Hukum Blockchain Menurut MUI, Muhammadiyah & NU, Antara Skeptisisme dan Buka Peluang lindung nilai

Hukum Blockchain Menurut MUI, Muhammadiyah & NU, Antara Skeptisisme dan Buka Peluang

Di era teknologi modern ini, istilah seperti blockchain, cryptocurrency dan smart contracts makin akrab terdengar—bukan hanya di kalangan teknofilia, tetapi juga investor, pelaku usaha, dan umat Muslim. Namun, muncul pertanyaan penting, “Apakah penggunaan teknologi blockchain dan kripto halal atau haram menurut perspektif Islam di Indonesia?”

Untuk menjawabnya, kita perlu melihat pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) — ketiganya punya perbedaan nuansa dalam menilai teknologi ini.

MUI : Keras terhadap Cryptocurrency, Namun Ada Ruang sebagai Aset

MUI melalui Ijtima’ Fatwa Komisi mengeluarkan fatwa tahun 2021 bahwa:

1. Crypto Sebagai Alat Tukar (Mata Uang)

Menurut MUI, Crypto hukumnya haram  sebagai alat tukar atau mata uang karena mengandung gharar (ketidakpastian), dharar (kemudharatan), serta bertentangan dengan peraturan Bank Indonesia dan UU Mata Uang.

  1. Crypto sebagai aset atau komoditas digital juga dianggap bermasalah karena tidak memenuhi syarat sil’ah: tidak berwujud fisik, nilai tidak jelas, dan tidak bisa diserah-terimakan.
  2. Namun, MUI memberi celah: jika suatu crypto dilengkapi underlying asset nyata dan tidak mengandung unsur riba, gharar, atau maisir, maka diperbolehkan.

Dengan kata lain, MUI menempatkan blockchain dan kripto dalam dua kategori yaitu dilarang bila digunakan sebagai uang atau komoditas spekulatif, tapi diperbolehkan jika dikembangkan untuk kasus penggunaan yang jelas, transparan, dan berbasis barang nyata.

2. Muhammadiyah Lebih Tegas Menolak Cryptocurrency

Muhammadiyah lewat Majelis Tarjih dan Tajdid juga telah menetapkan bahwa crypto haram, baik sebagai alat tukar maupun untuk investasi, karena mengandung spekulasi tinggi, gharar, dan belum diakui secara resmi negara.

Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fahmi Salim, menyampaikan bahwa teknologi kripto bebas nilai intrinsik—potensial menghasilkan hal halal dan haram. Namun, ketika digunakan tanpa regulasi dan transparansi, maka lebih baik dihindari untuk saat ini.

Baca Juga :  Hukum Emas Digital Menurut Pandangan MUI, NU, dan Muhammadiyah: Investasi Halal atau Haram?

3. Menurut Nahdlatul Ulama (NU), Ada Pluralitas dalam Pendekatan

NU menunjukkan sikap yang lebih fleksibel dan pluralistis:

  • PWNU Jawa Timur berpendapat kripto sebagai “aset fiktif” tidak sah untuk diperjualbelikan.
  • Sementara PWNU DIY dalam Bahtsul Masail menyatakan crypto bisa dipakai jika memenuhi syarat syariah, manfaat jelas, bisa diserahterimakan, dan diterima umum.

Secara umum, NU tidak menetapkan fatwa nasional tunggal, namun memberi ruang bagi kajian lokal yang mempertimbangkan aspek ekonomi dan manfaat teknologi. NU menekankan pentingnya regulasi dan edukasi sebelum mengambil sikap resmi.

4. Perbandingan Pendapat

Lembaga

Status Crypto

Catatan Penting

MUI Haram sebagai uang/aset spekulatif Diperbolehkan jika punya underlying nyata dan clear use case
Muhammadiyah Haram dalam segala bentuk Belum diakui, spekulatif tinggi
NU Bervariasi per wilayah Ada yang haram, ada yang boleh jika syariah terpenuhi

5. Potensi Syariah Teknologi Blockchain

Meskipun kripto bisa bermasalah, teknologi blockchain itu sendiri tidak haram bahkan bisa digunakan dalam proyek syariah seperti:

  • Smart contracts syariah
  • Supply chain halal
  • Tokenisasi aset riil (masuk dalam allowance MUI jika memiliki underlying)

Studi akademik menyebut blockchain sebagai teknologi aman yang bisa meningkatkan efisiensi dan transparansi.

6. Sikap Bijak bagi Investor & Pengguna Muslim

  1. Pahami jenis penggunaan kripto, apakah sebagai mata uang, alat investasi, atau representasi aset nyata.
  2. Cek apakah ada underlying asset, seperti token emas atau properti.
  3. Pastikan tidak ada riba, gharar, atau unsur perjudian.
  4. Ikuti regulasi dari pemerintah (BAPPEBTI, BI).
  5. Riset dan pahami teknologi blockchain), potensi aplikasinya untuk halal ecosystem.

Penutup

Pandangan para ulama dan lembaga Islam di Indonesia terkait blockchain dan kripto memang berbeda dari yang tegas menolak hingga yang membuka peluang syariah.

Baca Juga :  Saham di Bursa Saham Menurut Pandangan MUI, Boleh atau Tidak untuk Investor Muslim?

Tapi satu hal penting—jika dipakai dengan bijak, terarah, dan untuk maslahat umat, maka teknologi ini bisa membawa manfaat besar.

Penulis menulis dari perspektif umum, mempertimbangkan sisi pasar dan perkembangan teknologi. Sebagai seorang Muslim, saya tetap menekankan pentingnya memahami manfaat dan maslahat untuk umat, bukan sekadar satu dimensi.

Kita harus melek dan terus update terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tidak ketinggalan zaman—tetapi juga tetap menjaga nilai-nilai syariah dan kemaslahatan bersama.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top